Nama : Siti Arpah
Npm : 14209879
Kelas : 4EA11
1.Pengertian Etika dan Moralitas
·
Etika
Etika berasal dari
bahasa yunani yaitu ethos yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat
kebiasaan dimana etika berhubungan erat dengan konsep individu atau kelompok
sebagai alat penilai kebenaran atau evaluasi terhadap sesuatu yang telah
dilakukan.
Etika adalah ilmu pengetahuan
tentang asas-asas akhlak ( moral ) sementara menurut kamus besar bahasa Indonesia
( departement pendidikan dan kebudayaan 1988 ) pengertian etika dimaksud
sebagai ilmu tentang apa yang baik dan buruk, tentang hak dan kewajiban moral,
nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan seseorang atau kelompok
dalam mengatur tingkah lakunya. Ilmu yang mencari orientasi atau ilmu yang memberi
arah dan pijakan pada tindakan manusia.
·
Moralitas
Moralitas (dari "cara, karakter, perilaku
yang tepat" moralitas Latin) adalah rasa melakukan perilaku yang
membedakan niat, keputusan, dan tindakan antara mereka yang baik dan buruk (atau salah). Kode moral merupakan
sistem moralitas (misalnya, sesuai dengan filsafat tertentu, agama, budaya,
dll) dan moral adalah setiap praktek satu atau mengajar dalam kode moral.
Imoralitas adalah oposisi aktif untuk moralitas, sementara amoralitas yang
beragam didefinisikan sebagai ketidaksadaran, ketidakpedulian, atau tidak
percaya dalam setiap set standar moral atau prinsip.
Moral dan etika adalah dua hal yang tidak
terpisahkan karena pada dasarnya moral adalah tingkah laku yang telah diatur
atau ditentukan oleh etika. Moral sendiri dibedakan menjadi dua, yaitu moral
baik dan moral jahat. Moral baik ialah segala tingkah laku yang dikenal pasti
oleh etika sebagai baik, begitu juga sebaliknya dengan moral yang jahat.
1.
Macam-macam norma
a) Norma Agama
Merupakan norma yang berfungsi sebagai
petunjuk dan pegangan hidup bagi umat manusia yang berasal dari tuhan yang berisikan perintah dan larangan.
Pelanggaran terhadap norma ini mendapatkan sanksi dosa dan di masukkan ke dalam
neraka ketika di akhirat nanti.
b) Norma Hukum
Adalah suatu rangkaian
aturan yang ditunjukkan kepada anggota masyarakat yang berisi ketentuan,
perintah, kewajiban, dan larangan, agar dalam masyarakat tercipta suatu
ketertiban dan keadilan yang biasanya dibuat oleh lembaga tertentu. Aturan ini
lazimnya tertulis yang diklasifikasikan dalam berbagai bentuk kitab
undang-undang atau tidak tertulis berupa keputusan hukum pengadilan adat.
Karena sebagian besar norma hukum adalah tertulis maka sanksinya adalah yang
paling tegas jika dibandingkan dengan norma lain dari mulai denda sampai
hukuman fisik (penjara atau hukuman mati).
c) Norma Kesusilaan
Adalah peraturan sosial yang
berasal dari hati nurani yang menghasilkan akhlak sehingga seseorang dapat
membedakan apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Pada dasarnya
norma ini merupakan norma untuk melaksanakan nilai moral yaitu dalam rangka
menghargai harkat dan martabat orang lain.
d) Norma Kesopanan
Norma kesopanan, yaitu peraturan hidup
yang timbul dari pergaulan manusia. Peraturan itu ditaati dan diikuti sebagai
pedoman tingkah laku manusia terhadap manusia lain di sekitarnya. Hukuman
terhadap norma kesopanan berasal dari masyarakat yaitu berupa celaan, makian,
cemoohan, atau diasingkan dari pergaulan di masyarakat tersebut.
e) Norma Kebiasaan
Adalah sekumpulan peraturan yang dibuat bersama secara
sadar atau tidak, yang menjadi sebuah kebiasaan. Sebagai contoh:
menengok teman yang sakit, melayat, menghadiri undangan pernikahan, dan
lain-lain.
Pada perkembangannya, norma-norma
sosial yang tumbuh dan berkembang di dalam suatu masyarakat dapat terbentuk
menjadi lembaga kemasyarakatan jika mengalami beberapa proses yaitu:
- Proses pelembagaan (institutionalization),
yaitu norma-norma mulai dikenal, diakui, dihargai, dan kemudian ditaati.
- Proses internalized (internalisasi), yaitu
norma-norma sudah mendarah daging dalam jiwa anggota masyarakat.
Kedua proses tersebut yang
melegalkan norma-norma tersebut menjadi pedoman bagi masyarakat.
3.Beberapa Teori Etika
Etika sebagai
disiplin ilmu berhubungan dengan kajian secara kritis tentang adat kebiasaan,
nilainilai, dan norma perilaku manusia yang dianggap baik atau tidak baik.
Dalam etika masih dijumpai banyak teori yang mencoba untuk menjelaskan suatu
tindakan, sifat, atau objek perilaku yang sama dari sudut pandang atau perspektif
yang berlainan. Berikut ini beberapa teori etika:
1.
Egoisme
Rachels (2004)
memperkenalkan dua konsep yang berhubungan dengan egoisme. Pertama, egoisme
psikologis, adalah suatu teori yang menjelaskan bahwa semua tindakan manusia
dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri (self servis). Menurut teori ini,
orang bolah saja yakin ada tindakan mereka yang bersifat luhur dan suka
berkorban, namun semua tindakan yang terkesan luhur dan atau tindakan yang suka
berkorban tersebut hanyalah sebuah ilusi. Pada kenyataannya, setiap orang hanya
peduli pada dirinya sendiri. Menurut teori ini, tidak ada tindakan yang
sesungguhnya bersifat altruisme, yaitu
suatu tindakan yang peduli pada orang lain atau mengutamakan kepentingan orang
lain dengan mengorbankan kepentingandirinya. Kedua, egoisme etis, adalah
tindakan yang dilandasi oleh kepentingan
diri sendiri (self-interest).
2.
Utilitarianisme
Menurut teori
ini, suatu tindakan dikatakan baik jika membawa manfaat bagi sebanyak mungkin
anggota masyarakat (the greatest happiness of the greatest number). Paham
utilitarianisme sebagai berikut:
(1) Ukuran baik tidaknya suatu tindakan dilihat dari
akibat, konsekuensi, atau tujuan dari tindakan
itu, apakah memberi manfaat atau tidak.
(2) dalam
mengukur akibat dari suatu tindakan, satu-satunya parameter yang penting adalah
jumlah kebahagiaan atau jumlah ketidakbahagiaan.
(3)
kesejahteraan setiap orang sama pentingnya. Perbedaan paham utilitarianisme
dengan paham egoisme etis terletak pada siapa yang memperoleh manfaat. Egoisme
etis melihat dari sudut pandang kepentingan individu, sedangkan paham
utilitarianisme melihat dari sudut
pandang kepentingan orang banyak (kepentingan orang banyak).
3.
Deontologi
Paradigma teori
deontologi saham berbeda dengan paham egoisme dan utilitarianisme, yang
keduanya sama-sama menilai baik buruknya suatu tindakan memberikan manfaat
entah untuk individu (egoisme) atau untuk banyak orang/kelompok masyarakat
(utilitarianisme), maka tindakan itu dikatakan etis. Sebaliknya, jika akibat
suatu tindakan merugikan individu atau sebagian besar kelompok masyarakat, maka
tindakan tersebut dikatakan tidak etis. Teori yang menilai suatu tindakan
berdasarkan hasil, konsekuensi, atau tujuan dari tindakan tersebut disebut
teori teleology.
Sangat berbeda
dengan paham teleologi yang menilai etis
atau tidaknya suatu tindakan berdasarkan hasil, tujuan, atau konsekuensi dari
tindakan tersebut, paham deontologi justru mengatakan bahwa etis tidaknya suatu
tindakan tidak ada kaitannya sama sekali dengan tujuan, konsekuensi, atau
akibat dari tindakan tersebut.
4.
Teori
Hak
Suatu tindakan
atau perbuatan dianggap baik bila perbuatan atau tindakan tersebut sesuai
dengan HAM. Menurut Bentens (200), teori hak merupakan suatu aspek dari
deontologi (teori kewajiban) karena hak tidak dapat dipisahkan dengan kewajiban.
Bila suatu tindakan merupakan hak bagi
seseorang, maka sebenarnya tindakan yang sama merupakan kewajiban bagi orang
lain. Teori hak sebenarnya didsarkan atas asumsi bahwa manusia mempunyai
martabat dan semua manusia mempunyai martabat yang sama.
5.
Teori
Keutamaan (Virtue Theory)
Teori keutamaan
berangkat dari manusianya (Bertens, 2000). Teori keutamaan tidak menanyakan
tindakan mana yang etis dan tindakan mana yang tidak etis. Teori ini tidak lagi
mempertanyakan suatu tindakan, tetapi berangkat dari pertanyaan mengenai
sifat-sifat atau karakter yang harus dimiliki oleh seseorang agar bisa disebut sebagai manusia utama, dan
sifat-sifat atau karakter yang mencerminkan manusia hina. Karakter/sifat utama
dapat didefinisikan sebagai disposisi sifat/watak yang telah melekat/dimiliki
oleh seseorang dan memungkinkan dia untuk selalu bertingkah laku yang secara
moral dinilai baik. Mereka yang selalu melakukan tingkah laku buruk secar
amoral disebut manusia hina. Bertens (200) memberikan contoh sifat keutamaan,
antara lain: kebijaksanaan, keadilan, dan kerendahan hati. Sedangkan untuk
pelaku bisnis, sifat utama yang perlu dimiliki antara lain: kejujuran,
kewajaran (fairness), kepercayaan dan keuletan.
6.
Teori
Etika Teonom
Sebagaimana
dianut oleh semua penganut agama di dunia bahwa ada tujuan akhir yang ingin
dicapai umat manusia selain tujuan yang bersifat duniawi, yaitu untuk
memperoleh kebahagiaan surgawi.
Sebagaimana
teori etika yang memperkenalkan konsep kewajiban tak bersyarat
diperlukan untuk mencapai tujuan tertinggi yang bersifat mutlak. Kelemahan
teori etika Kant teletak pada pengabaian adanya tujuan mutlak, tujuan tertinggi
yang harus dicapai umat manusia, walaupun ia memperkenalkan etika kewajiban
mutlak. Moralitas dikatakan bersifat mutlak hanya bila moralitas itu dikatakan
dengan tujuan tertinggi umat manusia. Segala sesuatu yang bersifat mutlak tidak
dapat diperdebatkan dengan pendekatan rasional karena semua yang bersifat
mutlak melampaui tingkat kecerdasan rasional yang dimiliki manusia.
4.Macam-macam
Etika
Etika
pada akhirnya membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang
perlu kita lakukan dan yang perlu kita pahami bersama bahwa etika ini dapat
diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan kita, dengan demikian etika
ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan aspek atau sisi
kehidupan manusianya. Ada
dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik dan buruknya
prilaku manusia :
1.
ETIKA DESKRIPTIF, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan
rasional sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam
hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta
sebagai dasar untuk mengambil keputusan
tentang
prilaku atau sikap yang mau diambil.
2.
ETIKA NORMATIF, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola
prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai
sesuatu yang bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma
sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan. Etika secara umum
dapat dibagi menjadi :
a. Etika Umum, berbicara mengenai
kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara etis, bagaimana
manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral
dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam
menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat di analogkan dengan
ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori.
b. Etika Khusus, merupakan penerapan
prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Penerapan ini
bisa berwujud : Bagaimana saya mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang
kehidupan dan kegiatan khusus yang saya lakukan, yang didasari oleh cara, teori
dan prinsip-prinsip moral dasar. Namun, penerapan itu dapat juga berwujud :
Bagaimana saya menilai perilaku saya dan orang lain dalam bidang kegiatan dan
kehidupan khusus yang dilatarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia
bertindak etis : cara bagaimana manusia mengambil suatu keputusan atau
tidanakn, dan teori serta prinsip moral dasar yang ada dibaliknya.
Etika Khusus dibagi lagi menjadi
dua bagian :
a.
Etika individual, yaitu menyangkut
kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.
b. Etika sosial, yaitu berbicara mengenai
kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota umat manusia. Perlu diperhatikan bahwa etika
individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan satu sama lain dengan tajam,
karena kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan sebagai anggota umat manusia
saling berkaitan. Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik
secara langsung maupun secara kelembagaan (keluarga, masyarakat, negara), sikap
kritis terhadpa pandangan-pandangana dunia dan idiologi-idiologi maupun tanggung
jawab umat manusia terhadap lingkungan hidup.
5.Mitos
Bisnis Amoral
Bisnis adalah bisnis, bisnis jangan di campurkan
dengan etika. Dengan demikianlah beberapa ungkapan yang sering kita dengar yang
menggambarkan hubungan antara bisnis dan etika sebagai dua hal yang terpisah
satu sama lain. Inilah ungkapan-ungkapan yang oleh De George dalam bukunya Business Ethics di sebut sebagai mitos
bisnis amoral. Atau secara lebih tepat, mitos bisnis amoral ini mengungkapkan
suatu keyakinan bahwa antara bisnis dan moralitas atau etika tidak ada hubungan
sama sekali, Keduanya adalah dua bidang yang terpisah.
Menurut itos ini, karena kegiatan orang bisnis adalah
melakukan bisnis sebaik mungkin untuk memperoleh keuntungan, maka yang menjadi
pusat perhatian orang bisnis adalah bagaimana memproduksi, mengedarkan, menjual
dan membeli barang dengan memperoleh keuntungan. Singkatnya, sasaran dan tujuan
bahkan tujuan satu satunya dari bisnis adalah mendatangkan keuntungan sebesar
besarnya.
Atas
dasar ini muncul beberapa argument yang pada dasarnya mau memperlihatkan bahwa
bisnis dan etika tidak ada hubungan.
·
Bisnis
adalah bentuk persaingan. Sebagai sebuah persaingan semua orang yang terlibat
didalamnya slalu berusaha dengan sgala cara dan upaya untuk bias menang.
·
Aturan
yang dipakai dalam permainan penuh persaingan itu berbeda beda dari aturan yang
ada dan dikenal dalam kehidupan social pada umumnya. Demikian juga aturan bisnis
jelas berbeda dari aturan sosial dan moral pada umumnya.
·
Orang
bisnis yang masih mau mematuhi aturan moral akan berada dalam posisi yang yang
tidak menguntungkanditengah persaingan ketat tersebut.
Namun
di sisi lain ada juga beberapa argument yang dapat diajukan untuk
memperlihatkan bahwa mitos bisnis amoral sesungguhnya tidak semuanya benar
bahkan orang bisnis tulen yang bervisi masa depan jangka panjang akan sulit
menerima kebenaran mitos tersebut.
·
Bisnis
tidak hanya uang atau barang material yang dipertaruhkan dalam bisnis lebih
dari itu dalam bisnis orang mempertaruhkan nama baiknya,seluruh hidupnya,
keluarganya, nasib karyawan.
·
Bisnis
berlangsung dalam masyarakat, bisnis dilakukan antara manusia yang satu dan
manusia yang lain. Itu berarti norma atau nilai yang berlaku dalam kehidupan
pada umumnya juga ikut terbawa dalam kegiatan dan kehidupan bisnis karena
pelaku bisnis adalah manusia.
Atas dasar ini bisnis yang berhasil ditentukan dan
diukur berdasarkan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Kalau mau
berhasil operasi bisnis tidak hanya ditentukan oleh kiat bisnis murni,
melainkan juga oleh penghayatan nilai dan norma moral sosial.
6.
Prinsip Etika Bisnis
prinsip-prinsip dalam etika bisnis sesungguhnya adalah
penerapan dari prinsip etika pada umumnya.
1. Prinsip Otonomi
Sikap dan kemampuan manusia untuk bertindak
berdasarkan kesadaran sendiri tentang apa yang dianggap baik untuk dilakukan.
Untuk bertindak secara otonom diandaikan ada kebebasan untuk mengambil
keputusan dan bertindak berdasarkan keputusan itu.
2. Prinsip Kejujuran
Sekilas kedengarannya aneh bahwa kejujuran merupakan
suatu prinsip etika bisnis. Kini para praktisi bisnis dan manajemen mengakui
bahwa kejujuran merupakan suatu jaminan dan dasar bagi kegiatan bisnis.
3. Prinsip Keadilan
Prinsip menuntut agar kita memperlakukan orang lain
sesuai dengan haknya. Hak orang lain perlu dihargai dan tidak boleh dilanggar.
7. Kelompok Stakeholder
Beberapa defenisi yang penting dikemukakan seperti Freeman (1984) yang
mendefenisikan stakeholder sebagai kelompok atau individu yang dapat
memengaruhi dan atau dipengaruhi oleh suatu pencapaian tujuan tertentu.
Sedangkan Biset (1998) secara singkat mendefenisikan stekeholder merupakan
orang dengan suatu kepentingan atau perhatian pada permasalahan. Stakeholder
ini sering diidentifikasi dengan suatu dasar tertentu sebagimana dikemukakan
Freeman (1984), yaitu dari segi kekuatan dan kepentingan relatif stakeholder
terhadap issu, Grimble and Wellard (1996), dari segi posisi penting dan pengaruh
yang dimiliki mereka.
stakeholder dapat diketegorikan kedalam beberapa kelompok ODA (1995)
mengelompkkan stakeholder kedalam yaitu stakeholder primer, sekunder dan
stakeholder kunci . Sebagai gambaran pengelompokan tersebut pada berbagai
kebijakan, program, dan proyek pemerintah (publik) dapat kemukakan kelompok
stakeholder seperti berikut :
·
Stakeholder Utama
merupakan stakeholder yang memiliki kaitan kepentingan
secara langsung dengan suatu kebijakan, program, dan proyek. Mereka harus
ditempatkan sebagai penentu utama dalam proses pengambilan keputusan.
1.
Masyarakat dan tokoh
masyarakat : Masyarakat yang terkait dengan proyek, yakni masyarakat yang
di identifkasi akan memperoleh manfaat dan yang akan terkena dampak (kehilangan
tanah dan kemungkinan kehilangan mata pencaharian) dari proyek ini. Tokoh
masyarakat : Anggota masyarakat yang oleh masyarakat ditokohkan di wilayah
itu sekaligus dianggap dapat mewakili aspirasi masyarakat
2.
Pihak Manajer
publik : lembaga/badan publik yang bertanggung jawab dalam pengambilan dan
implementasi suatu keputusan.
·
Stakeholder Pendukung
(sekunder)
Stakeholder pendukung (sekunder) adalah stakeholder yang
tidak memiliki kaitan kepentingan secara langsung terhadap suatu kebijakan,
program, dan proyek, tetapi memiliki kepedulian dan keprihatinan
sehingga mereka turut bersuara dan berpengaruh terhadap sikap masyarakat dan
keputusan legal pemerintah.
1.
Lembaga (Aparat)
pemerintah dalam suatu wilayah tetapi tidak memiliki tanggung jawab langsung.
2.
lembaga pemerintah
yang terkait dengan issu tetapi tidak memiliki kewenangan secara langsung dalam
pengambilan keputusan.
3.
Lembaga swadaya
Masyarakat (LSM) setempat : LSM yang bergerak di bidang yang bersesuai
dengan rencana, manfaat, dampak yang muncul yang memiliki “concern” (termasuk
organisasi massa yang terkait).
4.
Perguruan Tinggi:
Kelompok akademisi ini memiliki pengaruh penting dalam pengambilan keputusan
pemerintah.
5.
Pengusaha(Badan usaha)
yang terkait.
·
Stakeholder Kunci
Stakeholder kunci merupakan stakeholder yang memiliki
kewenangan secara legal dalam hal pengambilan keputusan. Stakeholder kunci yang
dimaksud adalah unsur eksekutif sesuai levelnya, legisltif, dan instansi.
Misalnya, stekholder kunci untuk suatu keputusan untuk suatu proyek level
daerah kabupaten.
1.
Pemerintah Kabupaten.
2.
DPR Kabupaten.
3.
Dinas yang membawahi
langsung proyek yang bersangkutan.
8. Kriteria dan Prinsip Etika Utilitarianisme, Nilai Positif dan Kelemahannya.
Kriteria dan Prinsip Etika Utilitarianisme
1.
MANFAAT
2.
MANFAAT TERBESAR
3.
MANFAAT TERBESAR
BAGI SEBANYAK MUNGKIN ORANG
Nilai Positif Etika Utilitarianisme
1.
Rasionalitas.
2.
Utilitarianisme
sangat menghargai kebebasan setiap pelaku moral.
3.
Universalitas.
Utilitarianisme sebagai proses dan sebagai Standar
Penilaian
·
etika
utilitarianisme digunakan sbg proses untuk mengambil keputusan, kebijaksanaan
atau untuk bertindak.
·
etika
utilitarianisme sebagai standar penilaian bagi tindakan atau kebijaksanaan yang
telah dilakukan.
Kelemahan Etika Utilitarianisme
1.
manfaat
merupakan konsep yg begitu luas shg dalam kenyataan praktis akan menimbulkan
kesulitan yg tidak sedikit.
2.
etika utilitarisme tidak pernah menganggap
serius nilai suatu tindakan pd dirinya sendiri dan hanya memperhatikan nilai
suatu tindakan sejauh berkaitan dg akibatnya.
3.
etika
utilitarisme tidak pernah menganggap serius kemauan baik seseorang.
4.
variabel yg
dinilai tidak semuanya dpt dikualifikasi.
5.
seandainya
ketiga kriteria dari etika utilitarisme saling bertentangan, maka akan ada
kesulitan dlam menentukan proiritas di antara ketiganya.
6.
etika
utilitarisme membenarkan hak kelompok minoritas tertentu dikorbankan demi
kepentingan mayoritas.
9. Syarat Bagi Tanggung Jawab Moral, Status Perusahaan, serta Argumen yang mendukung dan menentang perlunya
keterlibatan sosial perusahaan.
Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility adalah
suatu konsep bahwa organisasi, khususnya perusahaan adalah memiliki suatu tanggung
jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang
saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional
perusahaan. di
mana ada argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya
harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan,
misalnya keuntungan atau deviden melainkan
juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun
untuk jangka panjang.
Syarat bagi Tanggung Jawab Moral
• Tindakan itu
dijalankan oleh pribadi yang rasional
bertindak dengan sadar dan tahu akan
tindakannya itu serta konsekwensi dari tindakannya. Hanya kalau seseorang
bertindak dengan sadar dan tahu, baru relevan bagi kita untuk menuntut tanggung
jawab dan pertanggungjawaban moral atas tindakannya itu.
• Bebas dari tekanan,
ancaman, paksaan atau apapun namanya
tindakannya, jika tindakannya itu
dilakukannya secara bebas. Jadi, jika seseorang terpaksa atau dipaksa melakukan
suatu tindakan, secara moral ia tidak bisa dituntut bertanggung jawab atas
tindakan itu. Hanya orang yang bebas dalam melakukan sesuatu bisa bertanggung
jawab atas tindakannya.
• Orang yang melakukan
tindakan tertentu memang mau melakukan tindakan itu.
Ia sendiri mau dan bersedia melakukan
tindakan itu.
Status Perusahaan
Terdapat dua pandangan (Richard T. De George, Business Ethics, hlm.153),
yaitu:
• Legal-creator, perusahaan sepenuhnya ciptaan hukum, karena itu ada hanya
berdasarkan hukum
• Legal-recognition, suatu usaha bebas dan produktif
Argumen yang Menentang Perlunya
Keterlibatan Sosial Perusahaan
• Tujuan utama Bisnis adalah Mengejar Keuntungan Sebesar-besarnya
• Tujuan yang terbagi-bagi dan Harapan yang membingungkan
• Biaya Keterlibatan Sosial
• Kurangnya Tenaga Terampil di Bidang Kegiatan Sosial
Argumen yang Mendukung Perlunya
Keterlibatan Sosial Perusahaan
• Kebutuhan dan Harapan Masyarakat yang Semakin Berubah
• Terbatasnya Sumber Daya Alam
• Lingkungan Sosial yang Lebih Baik
• Perimbangan Tanggung Jawab dan Kekuasaan
• Bisnis Mempunyai Sumber Daya yang Berguna
• Keuntungan Jangka Panjang